Kain Tenun Dari Serat Pisang Abaka Sulsel – 2 INVENTARISASI KAIN TRADISIONAL 11 K OFO ” DI SANGIHE I Oleh Stephen Sumolang, S.Sos., M.S. Editor: Van Van Sunarya, S.Sn., M.Sn I BATU DIREKTUR BUDAYA, SENI DAN FILM. DAN PARIWISATA 2011

3 SEPULUH KAIN TRADISIONAL DI LUAR PBB “KOFO” Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Departemen Tradisi Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Sinema Hak Cipta dilindungi undang-undang. Tidak ada bagian dari buku ini yang boleh disalin atau direproduksi tanpa izin tertulis dari penerbit. Oleh Stephen Sumolang, S.Sos., M.Si. Redaktur: Yan Yan Sunarya, S.Sn., M.Sn. Cetak I, 2011 Diterbitkan oleh: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kekayaan Budaya, Seni dan Film, Jalan Medan Merdeka Barat no. 17 Jakarta Telp, (berburu) fax, ISBN:

Kain Tenun Dari Serat Pisang Abaka Sulsel

4 KATA PENGANTAR TETANGGA KATA PENGANTAR PEMIMPIN TRADISIONAL Hoshima Pengetahuan Tradisional Masyarakat Indonesia beragam dalam kegiatan budayanya, terutama dalam produksi kain rakyat. Awalnya, bahan yang digunakan untuk membuat kain berasal dari bahan alami seperti daun, kulit, atau kulit binatang. Begitu pula dengan bentuknya yang sangat sederhana karena hanya berfungsi untuk menutupi aurat. Seiring waktu, fungsi ini melindungi tubuh dari cuaca buruk, gigitan serangga, dll. menjadi perlindungan. Hingga suatu saat muncul ide bahwa pakaian bisa dibuat dari bahan yang tahan lama, dihias dengan berbagai pola sesuai dengan kebutuhan zaman. Pada tahun 2011, Departemen Adat melakukan inventarisasi tekstil tradisional.lona.l yang dikembangkan dari Sabang sampai Merauke sebagai salah satu pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia. Memperkenalkan dan mempelajari tekstil tradisional dengan nilai-nilai luhur yang penting bagi pengembangan kerukunan hidup di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen. Publikasi hasil inventarisasi kain tradisional salah satunya publikasi hasil inventarisasi kain tradisional Kofo di Sangihe, kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan Dinas Adat, Direktorat Cagar Budaya . . , Sen I dan Kementerian Perfilman, Kebudayaan dan Pariwisata untuk melestarikan aspek-aspek tradisi yang merupakan bagian dari budaya nasional ini. Buku tersebut menggambarkan benda-benda budaya yang digali di Pulau Sangihei di Sulawesi Utara, yang masih melestarikan kain tradisional yang dikenal sebagai kain “kofo”. Keunikan kain kofo terutama dalam teknik sourcing, persiapan, KAIN TRADISIONAL DAH UN “KOFO” DI SANGIHE

Kain Ten Un Tradisional. Dl Sangihe

5 warna, makna dan fungsi sosial budaya serta nilai ekonomi dalam kehidupan masyarakat pengguna dan sistem pengelolaan mulai dari proses produksi kain hingga distribusi pola konsumsi. Untuk itu kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menerbitkan buku “Kofov D/ Sang/he”. Dr. Ru Su Manorek, Kepala BPSNT M. Kami sangat berterima kasih kepada Hum (Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Pengelolaan Nilai Tradisional), Manado, Steven Sumolang, S.Sos, M.SI selaku peneliti, serta penulis dan dokter. Selaku editor buku ini, Yan Yan Sunarya, S.Sn, M.Sn. Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada para pembicara pada seminar hasil inventarisasi KFO dan semua pihak yang terlibat dalam penerbitan buku ini. Kami menyadari bahwa publikasi ini masih dalam proses pengerjaan, dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.Pada akhirnya, kami berharap publikasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, 2011 Direktur Tradisional Ora. Watie Moerany S, M. Hum NIP: ii lnventarlsasl UN TRADITIONAL FABRICS ANCIENT ANCIENT “KOFO” 01 SANGIHE

6 PENDAHULUAN Tekstil kofo yang terbuat dari serat pisang (sejenis abaka) dan proses tenunnya pernah populer di Indonesia dengan kain tenun lainnya namun kini telah menghilang. Para ahli penenun disebut mengangahiuan, proses menenun disebut mengahiuang, alat tenun disebut kahiuang, dan kain disebut Kahiu. Beberapa sisa mesin tenun atau kahiuan ditemukan di desa Armeng; Manupitaeng dan Batunderang dan kemudian tekstil Kofo dapat ditemukan di beberapa kolektor serta museum baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 1927, Kerajaan Tabukan di bawah pimpinan WAK Sarapll mendorong pengembangan produksi kofo skala besar pada waktu itu, yang diterima oleh masyarakat umum, dimana penjualannya mencapai Pekalongan dan Jogjakarta sebagai dasar pembuatan batik Jawa. Inisiatif Raja Tabukan untuk menghidupkan kembali popularitas kain tenun kofobi adalah menawarkan solusi, namun inisiatif tersebut akhirnya pupus, dan sampai tahun 1970-an tidak ada pengerjaan kofobi sama sekali. Penulisan buku yang diprogramkan Direktorat Adat, Direktorat Kebudayaan, Film dan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata ini mencoba mengembalikan eksistensi kain tenun kofo agar tidak terasa hilang. . Paling tidak, bangsa ini akan merebut kembali kepemilikan tradisionalnya atas tanah Sangihe Talaud sebagai ciptaan agung anak bangsa. Oleh Stephen Sumolang, S.Sos., M.Si. KAIN RAJUTAN TRADISIONAL “KOFO” 01 SANGIHE iii

8 DAFTAR PENGASUH TRADISIONAL SAMBU TANG… DAFTAR ISI BAGIAN I : PENDAHULUAN…:. MEMAHAMI MAKNA KEBUDAYAAN.N… s 1 2… 5 BAGIAN II: TINJAUAN SINGKAT…, … 9 ISTILAH DASAR FISIKA… 9 PENGGUNAAN LAHAN…; PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT JKLIM PEMBANGUNAN AGAMA DAN AGAMA Di Luar Pulau Sangihe, Pulau Sangihe Sebagai Perbatasan Negara Perekonomian Pulau…..:. 25 SEJARAH PERKEMBANGAN MASYARAKAT SANGIHE.. 27 BAGIAN III: BAHAN DASAR PEMBUATAN PERALATAN MALIC BATCH TEKSTIL KOFO DI DESA SANGIHE…, BAGIAN IV: PENGGUNAAN MASYARAKAT SANGIHE. DIRI TRADISIONAL KOFO” QINTENA DI SANGIHE

9 BAGIAN V: JENIS DUNIA: JENIS GAYA DEKORATIF WARNA TRADISIONAL LAPANGAN SANGIHE BAGIAN VI: MAKNA MAKNA DALAM PROSES PEMBUATAN KAIN KOFO MENJADI KOFABRA. 89 MAKNA WARNA; MAKNA DALAM JENIS GAME BAGIAN VII: DAFTAR MATERI AKHIR DAFTAR SUMBER; vi “KOFO” 01 BATU IHE TEKSTUR TRADISIONAL

Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Dan Cek Kode Klu Pajak

10 BAGIAN I: PENDAHULUAN Ada banyak jenis tekstil tradisional di Indonesia, dan setiap suku bangsa memiliki jenis kain tradisionalnya sendiri. Jenis film ini menunjukkan betapa kayanya kreativitas negara multietnis ini. Dari sudut pandang bahan produksi hingga berbagai dekorasi, keragaman kain sangat penting secara artistik. Orang lain, seperti yang dikatakan orang lain, telah lama memperjuangkan kekayaan ini, sehingga negara kita harus berjuang lagi untuk mengakui bahwa batik adalah warisan tradisi leluhur bangsa Indonesia yang diakui oleh negara. . Organisasi Dunia UNESCO. Persoalannya sekarang, keragaman seni dan budaya bangsa kita berubah mengikuti perubahan dan berpadu dengan perubahan sosial budaya masyarakat. Beberapa sumber budaya telah menghilang, sementara yang lain telah beradaptasi dengan perubahan modern. Keberadaan banyak perasaan budaya masyarakat Indonesia menghilang, dan pendukung budayanya ditinggalkan ketika produk budaya impor masuk ke wilayah budaya Indonesia. Salah satu kerajinan bangsa kita adalah tekstil kofo yang sekarang sudah punah dan motifnya, dulunya milik suku Sangihe Talaud. Peninggalan tekstil Kofo dapat dilihat di beberapa tempat, seperti Koleksi Tekstil Nusantara di Galeri Etnografi Museum Nasional Indonesia, termasuk kain Kapal (Lampung) yang digunakan untuk memanggil roh leluhur; Kain Geringsing (Bali), dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan; Kain Pakiri Mbola (NTI) digunakan pada saat upacara kematian dan sebagai aksesoris makam. Busana berbahan serat tumbuhan sudah dikenal sejak zaman Neolitikum. Koleksi museum termasuk kofo serat pisang (Sanghir), sebuah fuya kulit yang dihiasi dengan kerang dan manik-manik.

11 manik-manik (Tojo, Sulawesi Tengah), lemba./karaba dibuat dari kulit pohon ambo (Sulawesi) atau pohon sae untuk menghasilkan kertas daluang di Jawa Barat. Kain kofo ditenun oleh mayoritas masyarakat etnis Sangihe Talaud bahkan dijual ke luar daerah. Namun, sejak 1970-an, kofobofi benar-benar menghilang. Hanya sisa-sisa alat tenun dan beberapa helai kain yang tersisa, dan Kaln Temm dulunya berada di Sanglhe Talau dan dikenal oleh kebanyakan orang di luar Sanglhe Talau. Atas dasar kondisi tersebut, maka perlu dicoba untuk mengembalikan tradisi kofobof agar budaya mati Sangihe-Talaud II tidak menghilangkan kreativitas etnik. Artikel ini tentang kain tenun kofo, bertujuan untuk menelusuri keberadaan kain tenun kofo, sejarah kain tenun kofo, bagaimana dan cara tenunnya, makna kofo kaln dan keberadaan kofo kaln di tengah perubahan masyarakat. Tujuan penulisan ini adalah untuk: (a) memperoleh riwayat hidup kain tenun kofo; b) Mengetahui apa dan bagaimana cara menenun kain kofo; c) mengetahui arti kata-kata yang dikapitalisasi; dan (d) mengkaji ketersediaan kain tenun dalam masyarakat kontemporer. Beberapa landasan (teoretis) yang mendasari penelitian dan penulisan buku ini adalah: Kebudayaan, menurut Koentjaraningrath, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan perilaku manusia dalam konteks kehidupan sosial. milik manusia. melalui belajar Kata Budaya sendiri berasal dari kata Sansekerta buddhaya, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti pikiran atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang berhubungan dengan budi, yaitu: jika yang menjadi dewa kebudayaan adalah daya budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, maka kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa. DAH UN “KOFO” KAIN TRADISIONAL DI 2 SANGIHE untuk kata budaya yang merupakan kata asing.

12, yang berarti “budaya”, dari bahasa Latin co/ere, yang berarti “bekerja, bekerja, terutama mengolah atau mengolah.”

Serat pisang abaka, kain serat pisang, harga kain tenun pisang abaka, kain tenun dari lombok, baju dari kain tenun, kain tenun pandai sikek berasal dari, tenun serat pisang abaka, serat abaka, kain dari serat bambu, kain tenun pisang abaka, harga kain tenun serat pisang, serat pisang abaka dimanfaatkan untuk